HUKUM PERZINAHAN DAN PERNIKAHAN ANAK DALAM HUKUM ADAT MUNA

Perzinahan dalam hukum adat Muna dianggap sebagai suatu pelanggaran berat dan harus mendapat ganjaran hukuman mati. KUHP . Pasal 284  hanya mendefinisikan zinasebagai perbuatan persetubuhan yang dilakukan laki-laki atau perempuan yang telah kawin dengan perempuan atau laki-laki yang bukan istri atau suaminya. Namun dalah hukum adat Muna diperluas sampai pada laki-laki atau perempuan lajang yang melakukan persetubuhan masuk dalam pasal perzinahan. Khusus dalam perzinahan yang dilakukan oleh orang yang sudah beristri atau bersuami, baik dalam KUHP maupun Hukum Adat Muna mensyarakatkan pengadunya haruslah suami atau istri yang melakukan zinah.
Bila dalam KUHP pasal 284 pasal 1 pelaku perzinahan hanya di ancam dengan hukuman ringan yakni sembilan bulan, dalam Hukum Adat Muna pelaku zinah baik laki-laki maupun perempuan, yang sudah menikah atau masih lajang diganjar dengan hukuman mati. Penerapan hukuman mati terhadap pelaku zina dalam Hukum Adat Muna tersebut selain mengadopsi hukum islam juga sekaligus implementasi penghormatan terhadap lembaga perkawinan dan penghormatan terhadap perempuan.
Selain hukum perzinahan, Hukum adat Muna juga melarang perkawinan anak. Bila ada orang tua yang berencana menjodohkan anaknya, maka sang anak yang dijodohkan tidak boleh bertemu berduaan dan masing-masing anak harus tetap tinggal di rumah orang tuanya masing-masing sampai sang anak dewasa. Bila dalam perjalannya ( setelah dewasa ) salah satunya menikah terlebih dahulu dengan orang lain tidak ada sanksi bagi orang tuanya tersebut.
Berikut Hukum Perzinahan dan larangan pernikahan anak yang diungkap oleh J. Couvreur, seorang pejabat pemerintahan Hindia Belanda setingkat Kotrolieur yang pernah pada tahun 1935-1938. J. Couvreur adalah Kontroleur pertama yang bertugas di Muna setelah Belanda berhasil menganeksasi Kerajaan Muna pada tahun 1906. Berikut kutipan yang di ungkap J. Couvreur dalam laporan serah terimah jabatan yang diberi judul Etnografisch Overzicht van Moena (“Ikhtisar
etnografis mengenai Muna”) yang kemudian di terjemahkan oleh Rene Van Deberg dan di cetak dalam bentuk buku yang di beri judul “ SEJARAH DAN BUDAYA KERAJAAN MUNA “ terbitan Arta Wacana Press, Kupang. tahun 2001 hal 144-146 :

A. Hukum Perzinahan




B. Larangan Perkawinan Anak


Komentar

Postingan populer dari blog ini

LANGKU-LANGKU ( TATA CARA ) PROSESI ADAT PERKAWINAN SUKU MUNA

Kisah La Ode Wuna Di Negeri Muna ( Negeri Leluhurnya )